PENDAHULUAN
Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang. Walapun jenis aktivitas berubah sepanjang kehidupan manusia, mobilitas adalah pusat untuk berpartisipasi dalam dan menikmati kehidupan. Mempertahankan mobilitas optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua lansia.
Imobilitas didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas optimal. Imobilitas, intoleransi aktivitas, dan sindromdissue sering terjadi pada lansia. Diagnosis keperawatan hambatan mobilitas fisik, potensial sindrom disuse, dan intoleransi aktivitas memberikan definisi imobilitas yang lebih luas.
Awitan imobilitas atau intoleransi aktivitas untuk sebagian besar orang tidak terjadi secara tiba-tiba, bergerak dari mobilitas penuh sampai ketergantungan fisik total atau ketidak aktifan, tetapi lebih berkembang secara perlahan dan tanpa disadari. Intervensi diarahkan pada pencegahan ke arah konsekuensi-konsekuensi imobilitas dan ketidak aktifan dapat menurunkan kecepatan penurunannya.
DASAR TEORI
Gangguan Mobilitas Fisik
Definisi :
Suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang. (Carroll-johnson. 1988)
Imobilisasi merupakan ketidakmampuan seseorang untuk menggerakkan tubuhnya sendiri. Imobilisasi dikatakan sebagai faktor resiko utama pada munculnya luka dekubitus baik di rumah sakit maupun di komunitas. Kondisi ini dapat meningkatkan waktu penekanan pada jaringan kulit, menurunkan sirkulasi dan selanjutnya mengakibatkan luka dekubitus. Imobilisasi disamping mempengaruhi kulit secara langsung, juga mempengaruhi beberapa organ tubuh. Misalnya pada system kardiovaskuler,gangguan sirkulasi darah perifer, system respirasi, menurunkan pergerakan paru untuk mengambil oksigen dari udara (ekspansi paru) dan berakibat pada menurunnya asupan oksigen ke tubuh. (Lindgren et al. 2004)
Batasan karakteristik
1. Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur, berpindah dan ambulasi
2. Keengganan untuk melakukan pergerakan
3. Keterbatasan rentang gerak
4. Penurunan kekuatan, pengendalian, atau masa otot
5. Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protocol-protokol mekanis dan medis
6. Gangguan koordinasi
Faktor-faktor yang berhubungan
1. Intoleransi aktivitas
2. Penurunan kekuatan dan ketahanan
3. Nyeri dan rasa tidak nyaman
4. Gangguan persepsi atau kognitif
5. Gangguan neuromuskuler
6. Depresi
7. Ansietas berat
Intoleransi Aktivitas
Definisi :
Suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan. (Carroll-johnson. 1988)
Batasan karakteristik
1. Secara verbal melaporkan keletihan atau kelemahan
2. denyut jantung atau tekanan darah yang tidak normal terhadap aktivitas
3. Rasa tidak nyaman dispneu setelah beraktivitas
4. Perubahan elektrokardiogravis yang menunjukkan adanya disritmia atau iskemia
Faktor-faktor yang berhubungan
1. Tirah baring dan imobilitas
2. Kelemahan secara umum
3. Gaya hidup yang kurang gerak
4. Ketidakseimbanag antara suplai oksigen dan kebutuhan
FAKTOR-FAKTOR INTERNAL
Faktor-faktor internal yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas.
1. Penurunan fungsi musculoskeletal :
Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor, osteoporosis, atau osteomastia), sendi (arthritis dan tumor), atau kombinasi struktur (kanker dan obat-obatan).
2. Perubahan fungsi neurologist :
Infeksi (mis; ensefalitis), tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vascular (mis; stroke), penyakit degenerative (mis; penyakit parkinson), penyakit demielinasi (mis; sklerosis multipel), terpajan produk racun (mis; karbon monoksida), gangguan metabolic (mis; hipoglikemia), atau gangguan nutrisi.
3. Nyeri :
Penyebab multiple dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
4. Defisit perceptual :
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori
5. Berkurangnya kemampuan kognitif : Gangguan
6. Jatuh :
Efek fisik : cedera atau faktur
Efek psikologis : sindrom setelah jatuh
7. Perubahan hubungan social
Faktor-faktor actual ; (mis ; kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau teman-teman)
Faktor-faktor persepsi (mis; perubahan pola pikir seperti depresi)
8. Aspek psikologis: ketidakberdayaan dalam belajar, depresi
FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL
Faktor-faktor eksternal yang berperan terhadap imobilitas :
1. Program terapeutik
2. Karakteristik penghuni institusi
3. Karakteristik staf
4. Sistem pemberian asuhan keperawatan
5. Hambatan-hambatan
6. Kebijakan-kebijakan institusi
DAMPAK MASALAH PADA LANSIA
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dn psikologis dari imobilitas. Perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini. Secara fisiologis, tubuh bereaksi terhadap imobilitas dengan perubahan-perubahan yang hampir sama dengan proses penuaan, oleh karena itu memperberat efek ini. Suatu pemahaman tentang dampak imobilitas dapat diperoleh dari interaksi kompetensi fisik, ancaman terhadap imobilitas, dan interpretasi pada kejadian.
MANIFESTSI KLINIS :
Dampak fisiologis dari imobilitas dan ketidak efektifan
Efek Hasil
1. Penurunan konsumsi oksigen maksimum
2. Penurunan fungsi ventrikel kiri
3. Penurunan curah jantung
4. Penurunan volume sekuncup
5. Peningkatan katabolisme protein
6. Peningkatan pembuangan kalsium
7. Perlambatan fungsi usus
8. Pengurangan miksi
9. Gangguan tidur
10. Gangguan metabolisme glukosa
11. Penurunan ukuran thoraks
12. Penurunan aliran darah pulmonal
13. Penurunan cairan tubuh total
14. Gangguan sensori 1. Intoleransi ortostatik
2. Peningkatan denyut jantung, sinkop
3. Penurunan toleransi latihan
4. Penurunan kapasitas kebugaran
5. Penurunan massa otot tubuh, atrofi muscular
6. Osteoporosis disuse
7. Konstipasi
8. Penurunan evakuasi kandung kemih
9. Bermimpi pada siang hari, halusinasi
10. Intoleransi glukosa
11. Penurunan kapasitas fungsional residual
12. Atelektasis, penurunan PO2 , peningkatan PH
13. Penurunan volume plasma, penurunan keseimbangan natrium
14. Perubahan kognisi, depresi, dan ansietas, perubahan persepsi
PENATALAKSANAAN
1. Pencegahan primer
Pencegahan primer merupakan proses yang berlangsug sepanjang kehidupan dan episodic. Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan, moblilitas dan aktivitas tergantung pada fungsi system musculoskeletal, kardiovaskuler, pulmonal. Sebagai suatu proses episodic pencegahan primer diarahkan pada pencegahan masalah-masalah yang dapat tmbul akibat imoblitas atau ketidak aktifan.
a. Hambatan terhadap latihan
Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi lansia dalam latihan secara teratur. Bahaya-bahaya interpersonal termasuk isolasi social yang terjadi ketika teman-teman dan keluarga telah meninggal, perilaku gaya hidup tertentu (misalnya merokok dan kebiasaan diet yang buruk) depresi gangguan tidur, kurangnya transportasi dan kurangnya dukungan. Hambatan lingkungan termasuk kurangnya tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung.
b. Pengembangan program latihan
Program latihan yang sukses sangat individual, diseimbangkan, dan mengalami peningkatan. Program tersebut disusun untuk memberikn kesempatan pada klien untuk mengembangkan suatu kebiasaan yang teratur dalam melakukan bentuk aktif dari rekreasi santai yang dapat memberikan efek latihan.
Ketika klien telah memiliki evaluasi fisik secara seksama, pengkajian tentang factor-faktor pengganggu berikut ini akan membantu untuk memastikan keterikatan dan meningkatkan pengalaman;
1) Aktivitas sat ini dan respon fisiologis denyut nadsi sebelum, selama dan setelah aktivitas diberikan)
2) Kecenderungan alami (predisposisi atau penngkatan kearah latihan khusus)
3) Kesulitan yang dirasakan
4) Tujuan dan pentingnya lathan yang dirasakan
5) Efisiensi latihan untuk dirisendiri (derajat keyakinan bahwa seseorang akan berhasil)
c. Keamanan
Ketika program latihan spesifik telah diformulasikan dan diterima oleh klien, instruksi tentang latihan yang aman harus dilakukan. Mengajarkan klien untuk mengenali tanda-tanda intoleransi atau latihan yang terlalu keras sama pentingnya dengan memilih aktivitas yang tepat.
2. Pencegahan Sekunder
Spiral menurun yang terjadi akibat aksaserbasi akut dari imobilitas dapat dkurangi atau dicegah dengan intervensi keperawatan. Keberhasilan intervensi berasal dri suatu pengertian tentang berbagai factor yang menyebabkan atau turut berperan terhadap imobilitas dan penuaan. Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan komplikasi. Diagnosis keperawaqtan dihubungkan dengan poencegahan sekunder adalah gangguan mobilitas fisik
1. Kontraksi Otot Isometrik
Kontraksi otot isometrik meningkatkan tegangan otot tanpa mengubah panjang otot yang menggerakkan sendi. Kontraksi-kontraksi ini digunakan untuk mempertahankan kekuatan otot dan mobilitas dalam keadaan berdiri (misalnya otot-otot kuadrisep, abdominal dan gluteal) dan untuk memberikan tekanan pada tulang bagi orang-orang dengan dan tanpa penyakit kardiovaskuler. Kontraksi isometrik dilakukan dengan cara bergantian mengencangkan dan merelaksasikan kelompok otot.
2. Kontraksi Otot Isotonik
Kontraksi otot yang berlawanan atau isotnik berguna untk mempertahankan kekuatan otot-otot dan tulang. Kontraksi ini mengubah panjang otot tanpa mengubah tegangan. Karena otot-otot memendek dan memanjang, kerja dapat dicapai. Kontraksi isotonik dapat dicapai pada saat berada di tempat tidur, dengan tungkai menggantung di sisi tempat tidur, atau pada saat duduk di kursi dengan cara mendorong atau menarik suatu objek yang tidak dapat bergerak. Ketika tangan atau kaki dilatih baik otot-otot fleksor dan ekstensor harus dilibatkan.
3. Latihan Kekuatan
Aktivitas penguatan adalah latihan pertahanan yang progresif. Kekuatan otot harus menghasilkan peningkatan setelah beberapa waktu. Latihan angkat berat dengan meningkatkan pengulangan dan berat adalah aktivitas pengondisian kekuatan. Latihan ini meningkatkan kekuatan dan massa otot serta mencegah kehilangan densitas tulang dan kandungan mineral total dalam tubuh.
4. Latihan Aerobik
Latihan aerobik adalah aktivitas yang menghasilkan peningkatan denyut jantung 60 sampai 90% dari denyut jantung maksimal dihitung dengan (220-usia seseorang) x 0,7
Aktivitas aerobik yang dipilih harus menggunakan kelompok otot besar dan harus kontinu, berirama, dan dapat dinikmati. Contohnya termasuk berjalan, berenang, bersepeda, dan berdansa.
5. Sikap
Variabel utama yang dapat mengganggu keberhasilan intervensi pada individu yang mengalami imobilisasi adalah sikap perawat dan klien tentang pentingnya latihan dan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari. Sikap perawat tidak hanya memengaruhi komitmen untuk memasukkan latihan sebagai komponen rutin sehari-hariyang berkelanjutan, tetapi juga integrasi aktif dari latihan sebagai intervensi bagi lansia di berbagai lingkungan; komunitas, rumah sakit, dan fasilitas jangka panjang. Demikian pula halnya sikap klien dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas latihan.
6. Latihan Rentang Gerak
Latihan rentang gerak aktif dan pasif memberikan keuntungan-keuntungan yang berbeda. Latihan aktif membantu mempertahankan fleksibilitas sendi dan kekuatan otot serta meningkatkan penampilan kognitif. Sebaliknya, gerakan pasif, yaitu menggerakkan sendi seseorang melalui rentang geraknya oleh orang lain, hanya membantu mempertahankan fleksibilitas.
7. Mengatur Posisi
Mengatur posisi juga digunakan untuk meningkatkan tekanan darah balk vena. Jika seseorang diposisikan dengan tungkai tergantung, pengumpulan dan penurunan tekanan darah balik vena akan terjadi. Posisi duduk di kursi secara normal dengan tungkai tergantung secara potensial berbahaya untuk seseorang yang beresiko mengalami pengembangan trombosis vena. Mengatur posisi tungkai dengan ketergantungan minimal (misalnya meninggikan tungkai diatas dudukan kaki) mencegah pengumpulan darah pada ekstremitas bawah.
3. Pencegahan tersier
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
1. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
2. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif. Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan, berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop
3. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung. Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
4. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan
5. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian bawah
6. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna, anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
7. Faktor-faktor lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah, kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas
MASALAH KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik
2. Gangguan rasa nyaman nyeri
3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit
4. Gangguan perfusi jaringan perifer
5. Kurang perawatan diri
6. Resiko terhadap cidera
7. Resiko terjadi infeksi
8. konstipasi
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom dissue
RENCANA PERAWATAN
Rencana asuhan keperawatan untuk imobilitas bertujuan untuk mempertahankan kemampuan dan fungsi, serta mencegah gangguan yang terjadi.
Diagnosa keperawatan; Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas, resiko tinggi sindrom dissue
Hasil yang diharapkan Intervensi keperawatan
Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi 1. Observasi tanda dan gejala penurunan mobilitas sendi, dan kehilangan ketahanan
2. Observasi status respirasi dan fungsi jantung pasien
3. Observasi lingkungan terhadap bahaya-bahaya keamanan yang potensialUbah lingkungan untuk menurunkan bahaya-bahaya keamanan
4. Ajarkan tentang tujuan dan pentingnya latihan
5. Ajarkan penggunaan alat-alat bantu yang tepat
PENUTUP
KESIMPULAN
Gangguan mobilitas fisik merupakan suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang Intoleransi aktifitas merupakan suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis atau psikologis pada seseorang untuk bertahan aau menyelesaikan aktivitas sehri-hari yang dibutuhkan atau diinginkan.
Upaya-upaya rehabilitasi untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi, dan terapi okupasi, seorang ahli gizi, aktivitas sosial, dan keluarga serta teman-teman
DAFTAR PUSTAKA
Stanley, Mickey. Beare, Patricia. 2002. Buku Ajar Keperawaan Gerontik ed. 2. Jakarta : EGC
Nugroho, Wahyudi. 2000. Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC
Gallo, J. Joseph. 1998. Buku Saku Gerontologi. Jakarta : EGC
Rudolph, Hoffman Rudolph.2006.Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 1 Edisi 20. Jakarta:EGC
Mubarak, Wahit Iqbal, SKM, dkk. 2006. Ilmu Keperawatan Komunitas 2. Jakarta : CV. SAGUNG SETO.
Watson, Roger. 2003. Perawatan pada Lansia. Jakarta : EGC.
Maryam, R. Siti, dkk. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar